Senin, 27 Juni 2011

Pos-Pos dalam Neraca

pos-pos dalam neraca

Penyajian Laporan Keuangan: Perbandingan Antara Cash Toward ...
pusdiklatwas.bpkp.go.id | Go To File
asis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah yaitu basis . setiap pos dalam lra, neraca, lak harus mempunyai referensi silang dengan 2) apabila penyajian atau klasifikasi pos pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian periode sebelumnya direklasifikasi untuk memastikan daya banding mata kuliah ini juga secara sistematis menjelaskan berbagai metoda untuk menghitung dan membuat jurnal pos pos di dalam neraca, yang rinciannya ada di dalam (b) analisis rasio, yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pos pos tertentu dalam neraca atau laporan laba/rugi (perhitungan hasil dalam penyajian neraca, pos pos aset, kewajiban dan ekuitas disajikan berdasarkan basis akrual yaitu basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan permasalahan keuangan, khususnya untuk berbagai pos penting dalam laporan keuangan khususnya neraca. ii. kompetensi dasar : a. neraca bank indonesia defisit penyumbang terbesar defisit adalah upaya menarik di dalam negeri, ikut berdampak pada neraca bank indonesia (bi) 2007. "pos atau penerimaan luar biasa itu bisa menutupi defisit neraca bi 2006 yang termasuk dalam lalu lintas moneter yang dicatat pada neraca moneter antara lain sedangkan kelebihan pada pos kredit menjadi surplus neraca pembayaran

Buku Besar

Buku Besar (Dasar-Dasar Akuntansi)

A. PENGERTIAN
Buku Besar adalah buku yang berisi semua rekening-rekening (kumpulan rekening) yang ada dalam laporan keuangan.
Buku ini mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada masing-masing rekening dan pada akhir periode akan tampak saldo dari rekening-rekening tersebut. Setiap transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akan diposting atau dipindahkan ke Buku Besar secara berkala.

 
B. BENTUK
Bentuk Akun Buku Besar yang sederhana adalah bentuk T, sebagai berikut:

 
Buku Besar ……….. Buku Besar ………….


Debet Kredit Debet Kredit

 

 

 

 

 

 
Bentuk Akun Buku Besar T yang cukup lengkap berbentuk sebagai berikut:

 
             Nama Rekening                No. ………
Debet                    Kredit
Tgl. 
Keterangan  
Ref. 
Jumlah  
Tgl. 
Keterangan  
Ref. 
Jumlah  
        
        
        

 
Bagian Referensi mengacu pada pencatatan dalam jurnal yaitu halaman jurnal pada saat transaksi dicatat.
Proses posting mengacu ke pencatatan Debet atau Kredit pada jurnal yaitu bila dalam jurnal dicatat dalam sisi debet dari suatu perkiraan tertentu maka dalam perkiraan Buku Besar untuk perkiraan yang sama juga harus didebitkan

Sistem Akuntansi

Sistem akuntansi

sistem akuntansi adalah metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi perusahaan atau suatu organisasi bisnis. Sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan besar sangat kompleks. Kompleksitas sistem tersebut disebabkan oleh kekhususan dari sistem yang dirancang untuk suatu organisasi bisnis sebagai akibat dari adanya perbedaan kebutuhan akan informasi oleh manajer, bentuk dan jalan transaksi laporan keuangan. Sistem akuntansi terdiri atas dokumen bukti transaksi, alat-alat pencatatan, laporan dan prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksi-transaksi serta melaporkan hasilnya. Operasi suatu sistem akuntansi meliputi tiga tahapan:
  • Harus mengenal dokumen bukti transaksi yang digunakan oleh perusahaan, baik mengenai jumlah fisik mupun jumlah rupiahnya, serta data penting lainnya yang berkaitan dengan transaksi perusahaan.
  • Harus mengelompokkan dan mencatat data yang tercantum dalam dokumen bukti transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi.
  • Harus meringkas informasi yang tercantum dalam catatan-catatan akuntansi menjadi laporan-laporan untuk manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Desain Sistem

Sistem akuntansi harus dirancang untuk memenuhi spesifikasi informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, asalkan informasi tersebut tidak terlalu mahal. Dengan demikian, pertimbangan utama dalam merancang sistem akuntansi adalah keseimbangan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh informasi tersebut.
Agar efektif, laporan yang disajikan oleh sistem akuntansi harus dibuat secara tepat waktu, jelas dan konsisten. Laporan yang disajikan dengan pengetahuan dan kebutuhan pemakai agar dapat digunakan sebagai pertimbangan di dalam pengambilan keputusan.
Desainer (perancang) sistem harus memiliki pengetahuan untuk membedakan sistem akuntansi dan metode pemrosesan data baik pemrosesan data secara manual maupun dengan menggunakan komputerisasi. Kemampuan untuk membedakan pemrosesan transaksi secara manual dan komputer cukup penting, karena pada organisasi bisnis tertentu tidak semua transaksi dapat di proses dengan komputer dan kemampuan desainer sistem dalam mengevaluasi alternatif-alternatif yang dipertimbangkan pengetahuan akan prinsip-prinsip dasar sistem akuntansi. Singkatnya, prinsip dasar yang terkandung dalam sistem akuntansi yang baik kemungkinan besar sistem yang dirancang pada perusahaan tertentu akan mengalami kesulitan ketika diterapkan.

[sunting] Implementasi Sistem

Implementasi sistem bukan hanya merupakan tanggung jawab personel yang ada pada bagian tertentu, tetapi semua personil harus bertanggung jawab terhadap pengoperasian sistem. Pengoperasian sistem harus secara hati-hati dan selalu dilakukan supervisi atas sistem tersebut sebelum dioperasikan sepenuhnya.

[sunting] Buku Besar Pembantu

Buku ini biasa juga disebut buku tambahan. Buku pembantu ini disediakan untuk rekening-rekening buku besar yang membutuhkan perincian, misalnya: piutang dagang, utang dagang dan persediaan barang dagangan. Dari buku pembantu ini dapat disusun daftar mengenai rekening yang bersangkutan pada setiap tanggal yang dikehendaki (biasanya akhir bulan atau akhir tahun).

[sunting] Jurnal Khusus

Sesuai dengan namanya, jurnal khusus adalah jurnal yang digunakan khusus untuk mencatat kelompok transaksi-transaksi yang sejenis. 
Pengelompokkan transaksi-transaksi yang sejenis bergantung pada aktivitas perusahaan yang bersangkutan. 
Meskipun telah disediakan jurnal-jurnal khusus, perusahaan tetap membutuhkan jurnal umum yang digunakan untuk mencatat 
transaksi-transaksi yang tidak dapat dicatat di dalam jurnal khusus, dan juga untuk keperluan membuat jurnal penyesuaian, 
jurnal penutupan dan koreksi pembukuan.
Format dan cara pemakaian jurnal-jurnal khusus berbeda dengan jurnal umum. Perubahan tersebut dimaksudkan agar pengerjaan jurnal
dan pembukuan dari jurnal ke buku besar dapat dilakukan secara lebih efisien. Berikut adalah beberapa jurnal khusus yang biasa 
digunakan:
  • Jurnal Penjualan merupakan jurnal yang khusus digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan secara kredit. Penjualan secara tunai biasanya tidak dimasukkan dalam jurnal ini karena dalam transaksi penjualan tunai terjadi penerimaan kas, sehingga penjualan tunai biasanya dicatat dalam jurnal penerimaan kas.
  • Jurnal Penerimaan Kas merupakan jurnal yang disediakan khusus untuk mencatat transaksi penerimaan kas. Untuk menghemat waktu pencatatan, maka jurnal ini dirancang dengan meanyediakan sejumlah kolom dan hanya total setiap rupiah yang dibukukan kedalam buku besar.
  • Jurnal Umum digunakan untuk mencatat penyesuaian pembukuan, penutupan pembukuan, koreksi dan transaksi-transaksi lainnya yang tidak dapat dicatat di dalam jurnal khusus.

Macam-macam Piutang

macam-macam piutang

PIUTANG, AKTIVA TETAP BERWUJUD, UTANG JANGKA PENDEK, UTANG JANGKA PANJANG, DAN EKUITAS

Sembari minum kopi di pagi hari, R. Sumodiningrat terlihat sedang serius melihat laporan keuangan PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk. pada koran harian nasional yang sedang dipegangnya. Ya, sebagai salah satu pemegang saham perusahaan tersebut, R. Sumodiningrat perlu dan berhak untuk mengetahui kondisi perusahaannya. Kondisi perusahaan, khususnya kondisi keuangan perusahaan tercermin dalam sebuah laporan keuangan. Melalui laporan keuangan, pemilik saham dapat mengetahui dan memantau kondisi keuangan perusahaan paling tidak setiap tahunnya. Kini, R. Sumodiningrat sedang membaca bagian neraca. Di dalam neraca beliau dapat melihat pos-pos penting, beberapa diantaranya adalah Piutang, Aset Tetap Berwujud, Utang, Utang Jangka Panjang, dan pos-pos pada Ekuitas.
I. PIUTANG
Piutang termasuk salah satu pos dalam Aset. Piutang adalah hak yang berhak untuk ditagih oleh pihak satu ke pihak lainnya karena terjadinya suatu transaksi, biasanya karena transaksi penjualan secara kredit. Dalam pengertian akuntansi secara konvensional, terdapat beberapa macam piutang, yaitu piutang dagang, piutang wesel, piutang gaji,dll. Piutang ini dapat termasuk dalam Aset Lancar jika diperkirakan dapat ditagih dalam waktu kurang dari satu tahun. Piutang yang termasuk dalam Aset Lancar adalah piutang dagang, piutang wesel dan piutang lain-lain (yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun). Sedangkan untuk piutang yang jatuh tempo pada lebih dari satu tahun digolongkan dalam Aset Tidak Lancar.
Bagi Entitas Syariah, dimana Entitas menggunakan prinsip-prinsip Akuntansi Syariah yang telah diatur dalam PSAK no. 59, 101-106, piutang digolongkan pula berdasarkan asal terjadinya. Diantara jenis-jenis piutang tersebut adalah sebagai berikut:
1) Piutang Murabahah, piutang murabahah timbul akibat adanya murabahah, yaitu akad jual beli barang dengan margin keuntungan yang telah disepakati oleh pihak penjual dengan pembeli dan pihak penjual memberitahukan harga perolehan barang. Pembayaran murabahah bisa dilakukan secara tangguh, oleh karena itu muncul lah piutang murabahah.
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, artinya sebesar piutang yang diperkirakan akan dapat ditagih.
2) Piutang Salam, piutang salam timbul akibat adanya salam, yaitu akad jual beli barang pesanan dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pemebeli pada saat akad disepakati (PSAK No.103). Karena pembayaran dilakukan saat akad disepakati, berarti saat itu pembeli melunasi sejumlah uang kepada penjual untuk digunakan sebagai modal usaha. Di sini, yang bertindak sebagai pemegang hak piutang adalah si pembeli. Sedangkan penjual memiliki kewajiban untuk melunasi pesanan si pembeli. Kewajiban yang timbul ini diakui saat penjual telah menerima modal usaha dari pembeli dengan besar yang sesuai dengan jumlah modal usaha yang diberikan.
3) Piutang Istishna’, piutang istishna’ timbul akibat adanya istishna’, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu (dengan spesifikasi tertentu) yang disepakati oleh pemesan dengan penjual/pembuat. Pembayaran barang pesanan dapat dilakukan secara tunai maupun tangguh. Pembayaran secara tangguh inilah yang mengakibatkan timbulnya piutang istishna’.
4) Piutang pendapatan Ijarah, untuk lebih mudahnya adalah piutang yang timbul akibat aktivitas sewa. Ijarah adalah perpindahan kepemilikan jasa dengan imbalan yang sudah disepakati menurut para fuqaha. Ijarah mempunyai 3 unsur, yaitu adanya pemilik aset yang disewakan dan si penyewa, objek yang disewakan, dan bentuk penawaran atau persetujuan itu sendiri.
5) Selain keempat piutang di atas, dalam entitas syariah mungkin juga terjadi Piutang Jatuh Tempo. Piutang ini terjadi jika kerjasama (misalnya mudharabah) berakhir sebelum jatuh tempo perjanjian karena alasan tertentu, dan pembiayaan muradharabah belum dikembalikan oleh pengelola kepada pemilik dana. Maka dari sisi pemilik dana, sejumlah dana tersebut dicatat sebagai piutang jatuh tempo.
Piutang tersebut mungkin terjadi di periode yang berbeda dengan periode pelaporan keuangan (mungkin terjadi tahun lalu dan si pembeli berjajni untuk melunasi utangnya tahun ini). Tidak ada kepastian bahwa si pembeli akan melunasi seratus persen utang-utangnya di tahun ini atas utangnya yang terjadi di tahun lalu. Lalu bagaimana perusahaan mengakui piutang yang merupakan haknya?
Untuk itu, perusahaan biasanya membuat estimasi mengenai jumlah piutang yang kira-kira dapat ditagih. Sebenarnya ada dua metode dalam menghadapi masalah ini:
1. Dengan Metode Penghapusan Langsung, dalam metode ini, perusahaan tidak perlu membuat estimasi apapun. Piutang akan dikredit ketika piutang tersebut benar-benar tidak dilunasi. Dan pada sisi debit dicatat sebagai Kerugian Piutang dan akan dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi.
Menurut penulis pribadi, metode ini kurang bagus. Apabila piutang tidak berhasil ditagih, maka pada sisi debit aan mencatat Kerugian Piutang yang di-submit pada Laporan Laba Rugi. Sepengetahuan saya, Laporan Laba Rugi digunakan untuk melaporkan aktivitas operasi-non operasi selama satu tahun atau satu periode akuntansi. Padahal, selalu ada kemungkinan bahwa piutang yang dihapus tadi adalah pitang yang bukan berasal dari aktivitas perusahaan pada periode yang bersangkutan, misalnya berasal dari piutang tahun lalu. Oleh karena itu, metode ini tidak memenuhi Matcing Principle. Selain itu, karena tidak ada kepastian berapa jumlah piutang yang mungkin dapat ditagih, pengguna laporan keuangan mungkin akan berekspetasi terlalu tinggi terhadap jumlah piutang yang mungkin dapat ditagih.
2. Metode kedua adalah metode yang disarankan untuk digunakan, yaitu Metode Cadangan. Dalam metode ini, perusahaan melakukan estimasi mengenai berapa piutang yang tidak dapat ditagih dalam periode ini. Jumlah estimasi bergantung pada kebijaksanaan perusahaan masing-masing. Bisa berdasarkan persentase penjualan, persentase piutang, dll. Ketika jumlah piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih sudah ditentukan, perusahaan membuat sebuah rekening Cadangan Kerugian Piutang.
Kerugian Piutang àdicatat dalam Laporan Laba Rugi
xxx
Cadangan Kerugian Piutang àdilaporkan dalam Neraca sebagai pengurang rekening Piutang (contra-account)
xxx
Jika ada sejumlah piutang yang tidak dilunasi, maka sejumlah itu akan didebit pada rekening Cadangan Kerugian Piutang dan dikredit pada rekening Piutang. Dengan metode ini, jumlah piutang yang dapat ditagih dapat diperkirakan dan diketahui oleh pengguna laporan keuangan, sehingga dapat lebih membantu mereka dalam mengambil keputusan. Maka dari itu, perusahaan-perusahaan tidak disarankan untuk menggunakan metode penghapusan langsung. Perusahaan menggunakan metode cadangan untuk mengakui jumlah piutang yang tidak berhasil ditagih.
Dalam hukum Islam itu sendiri, masalah yang timbul mungkin adalah berkaitan dengan proses transaksi, apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah itu sendiri. Terdapat lima prinsip transaksi syariah:
1. Persaudaraan (ukhuwah)
2. Keadilan (‘adalah)
3. Kemaslahatan (maslahah)
4. Keseimbangan (tawazun)
5. Universalisme (syamuliyah)
Dalam melakukan transaksi, mungkin penjual tidak menyebutkan harga pokok barang, cacat barang, dan tindakan lainnya yang dianggap lazim di masyarakat tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan kelima prinsip di atas demi mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin.
Untuk pencatatan piutang, secara akuntansi syariah tetap sama untuk kasus yang mirip dengan akuntansi konvensional. Maksud saya, untuk piutang murabahah, misalnya, besarnya piutang yang diakui adalah sebesar nilai realisasi bersihnya yaitu saldo piutang dikurangi dengan cadangan kerugian piutang. Untuk piutang salam, piutang dianggap lunas ketika si penjual telah memenuhi kewajibannya dengan menyerahkan barang pesanan kepada pembeli. Piutang yang tadinya diakui oleh pembeli adalah sebesar modal usaha yang telah ia setorkan kepada penjual.
II. UTANG
Utang adalah suatu kewajiban yang harus dilunasi sesuai kesepakatan dengan pihak kreditur. Utang ini sama halnya seperti piutang, yaitu dapat diklasifikasikan ke dalam Utang Jangka Pendek dan Utang Jangka Panjang.
Utang jangka pendek adalah utang yang diperkirakan akan dilunasi dalam waktu kurang dari satu tahun. Dalam akuntansi konvensional, utang dikelompokkan berdasarkan jenis kepentingannya. Yang termasuk dalam utang jangka pendek diantaranya adalah utang dagang, utang gaji, pendapatan diterima dimuka, utang wesel (yang jatuh temponya kurang dari satu tahun), utang pajak, dan bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun.
Dalam akuntansi syariah, selain utang-utan yang lazim kita jumpai pada entitas non syariah (seperti utang gaji, utang pajak, utang wesel, dll), utang juga diklasifikasikan berdasarkan jenis transaksi yang terjadi, yaitu utang salam dan utang istishna’.
Utang salam adalah utang yang timbul akibat transaksi salam, seperti yang telah dijelaskan pada topik piutang sebelumya), dan utang istishna’ adalah utang yang timbul akibat transaksi istishna’. Untuk memperjelas bentuk neraca entitas syariah, penulis telah menyajikan contoh neraca dari entitas syariah untuk kemudian dapat dibandingkan dengan neraca entitas non syariah pada bagian lampiran.
Masalah yang muncul berkaitan dengan utang adalah dalam penerapannya, entitas harus memperhatikan proporsi utang dalam neraca. Dalam ekonomi konvensional dikenal istilah bunga utang. Jangan sampai perusahaan tidak mampu bahkan hanya untuk membayari bunga utangnya. Apabila sebuah entitas tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada minimal dua kreditur, entitas dapat dimintakan pernyataan pailitnya ke Pengadilan Niaga. Oleh karena itu, dalam ekonomi konvensional perusahaan harus memperhitungkan proporsi untuk pendanaannya.
Dalam ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) tidak dikenal istilah bunga. Sebab bunga utang sama dengan riba yang haram hukumnya. Istilah bunga muncul sebagai dalih dari time value of money yang dalam Islam kita pun tidak mengenal istilah tersebut. Oleh karena itu, apabila entitas melakukan bisnis (misalnya jual beli dengan ditangguhkan), keuntungan yang diperoleh
adalah murni dari hasil usaha tersebut, yaitu selisih dari harga jual dengan harga perolehan, dan keuntungan itu pun telah disepakati oleh pihak penjual dan pembeli.
Secara lebih sederhana, jika kita meminjam sejumlah dana misalnya Rp1.000.000,00 dari orang lain, tidak dibenarkan bahwa kita berjanji, diminta atau apapun untuk mengembalikan sebesar Rp1.200.000,00 tahun depan. Kita hanya harus mengembalikan sejumlah dana yang sama seperti yang kita pinjam, yaitu satu juta rupiah. Hanya saja, sebaiknya kita memberikan hadiah kepada orang tersebut (apabila dari hasil pinjaman tersebut ternyata mendatangkan keuntungan bagi usaha kita), sebagai tanda terimakasih sebab dia sudah berbaik hati mau merelakan uangnya (yang mungkin bisa dia gunakan untuk keperluan lain) untuk dipinjamkan kepada kita.
Sejauh prinsip ini kita pegang, tidak ada masalah seberapa besar proporsi pendanaan yang kita pakai, yang pasti adalah kita mempunyai cukup dana untuk melunasi utang kita. Entitas tidak perlu memikirkan bahwa ia akan rugi sebabkan oleh bunga hutang yang tinggi. Sebab dalam akuntansi syariah, prinsip yang dipakai adalah bagi hasil.
III. ASET TETAP BERWUJUD
Menurut Al. Haryono Jusup, aset tetap berujud adalah aset yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan, tetapi tidak dimaksudkan untuk diperjual-belikan layaknya dalam kegiatan normal perusahaan. Aset ini diharapkan dapat digunakan dan memberikan manfaat dalam waktu yang lama. Hanya saja, manfaat yang diberikan oleh aset ini diperkirakan akan terus turun semakin lama digunakan, untuk itu perusahaan melakukan depresiasi terhadap aktiva tetap (kecuali tanah).
Pengertian aset tetap berujud antara konvensional dengan syariah adalah sama. Bahwa aset tetap dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan di sini adalh harga yang dikeluarkan entitas untuk membuat aset tersebut siap dimanfaatkan. Misanya tanah, untuk dapat digunakan, tanah perlu sertifikat. Biaya pembuatan sertifikat tersebut ikut dibebankan ke dalam harga perolehan aset tetap tanah.
Selain terdapat kesamaan dalam hal pengakuan harga perolehan pada aset tetap menurut pengertian syariah juga dilakukan depresiasi terhadap aset tetap tersebut. Penghitungan
depresiasi atau penyusutan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah metoda garis lurus, metoda saldo menurun, metoda jumlah angka-angka tahun, dan metoda satuan hasil. Manakah dari keempat metoda ini yang paling baik untuk digunakan?
Hal ini tergantung pada jenis aset tetapnya. Misalnya, untuk metoda satuan hasil, metoda ini mungkin bagus diterapkan untuk aset seperti kendaraan angkutan atau mesin. Tetapi metoda ini kurang cocok untuk digunakan dalam depresiasi gedung. Untuk menyusut nilai ekonomis gedung, mungkin lebih cocok menggunakan metoda garis lurus. Dari semua metoda, perusahaan mungkin lebih suka untuk menggunakan metoda garis lurus, sebab metoda ini adalah metoda yang paling mudah untuk diimplementasikan.
Dalam menjalin suatu kerjasama, baik secara konvensional maupun syariah diperbolehkan untuk menyetor modal berupa aset tetap. Nilai aset tetap tersebut dicatat sebesar harga pasarnya, dan apabila terdapat selisih antara nilai pasar dengan nilai buku, maka selisih tersebut diakui sebagai laba atau rugi pada saat penyerahan.
IV. UTANG JANGKA PANJANG
Dalam akuntansi konvensional, pengertian utang jangka panjang sama dengan pengertian utang jangka pendek kecuali pada jatuh temponya. Utang jangka pendek jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun, sedangkan utang jangka panjang jatuh tempo dalam waktu lebih dari satu tahun. Hanya saja, dalam contoh neraca entitas syariah yang ada pada bagian lampiran tidak ada pengklasifikasian antara utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Pengklasifikasian utang dalam akuntansi syariah (seperti yang sudah dijabarkan di atas) adalah menurut jenis transaksi yang terjadi seperti utang salam dan utang istishna’.
Salah satu topik yang cukup menarik di sini adalah masalah obligasi. Obligasi biasanya digolongkan dalam kewajiban atau utang jangka panjang, Karen jangka waktunya lebih dari satu tahun. Obligasi menurut ekonomi konvensional adalah surat tanda utang yang diterbitkan oleh suatu entitas dengan tujuan untuk mendapatkan dana segar. Dalam ekonomi konvensional, pemegang obligasi akan mendapatkan imbalan berupa bunga tetap setiap tahunnya, atau yang lebih dikenal dengna nama coupon rate. Coupon rate dalam obligasi tersebut termasuk dalam riba dan bersifat haram.
Dalam pengertian konvensional, obligasi diartikan sebagai surat tanda utang, sehingga sebenarnya tidak dibenarkan untuk sengaja mengambil keuntungan semacam riba dari utang tersebut. Namun dalam pengertian Islam obligasi syariah atau yang dikenal dengan nama sukuk adalah sebuah instrument untuk investasi, sehingga pemegang sukuk berhak mendapatkan keuntungan yang tentu saja sesuai dengan prinsip pembagian keuntungan syariah yaitu dengan cara bagi hasil.
Dalam obligasi konvensional, obligasi dibeli mungkin dibeli di bawah nilai nominal obligasi Karen pemegang obligasi telah mensyaratkan tingkat keuntungan tertentu sejak awal. Namun, dalam sukuk, obligasi dijual dengan harga sesuai dengan nilai nominalnya saat jatuh tempo, dan pemegang obligasi secara jelas akan mendapatkan keuntungan sesuai yang telah disepakati dengan penerbit obligasi (dengan prinsip bagi hasil). Inilah yang membedakan obligasi konvensional dengan sukuk.
V. EKUITAS
Menurut SAK 2007, Ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi dengan kewajiban. Kata hak residual mungkin agak membingungkan, namun jika dilihat dari persamaan akuntansinya, hal ini akan lebih mudah dimengerti.
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Bahwa ekuitas (yang pada dasarnya merupakan hak pemilik modal) diperoleh setelah aset perusahaan (harta perusahaan) dikurangi dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi oleh perusahaan.
Sebagai tanbahan, baik menurut ekonomi konvensional maupun syariah pengertiannya sama. Hanya saja, dalam neraca entitas syariah ada tambahan pos selain aset, kewajiban, dan ekuitas, yaitu pos Dana Syirkah Temporer. Pos kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas jumlahnya harus sama dengan yang ada pada aset. Sehingga persamaan akuntansinya mungkin menjadi berbeda dengan persamaan akuntansi konvensional.
Aset = Kewajiban + Dana Syirkah Temporer + Ekuitas
Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah diman entitas syariah berhak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut sesuai dengan kebijakan entitas itu sendiri atau dengan batasan dari pemilik dana. Berdasarkan pengertian tersebut, dana syirkah temporer ini memang tidak bisa diklasifikasikan ke dalam kewajiban dan ekuitas.
Dana syirkah temporer tidak bisa diklasifikasikan ke dalam kewajiban sebab entitas tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana jika dari hasil pengelolannya tersebut ternyata mendatangkan kerugian (kecuali jika ada wanprestasi/lalai atau bahkan unsur kesengajaan) hal ini mungkin didasarkan pada prinsip keadilan, bahwa entitas sudah menyumbangkan segenap pikiran dan tenaga untuk mengelola dana, maka jika pada akhirnya kepengelolaan tersebut merugi, tidak adil jika pengelola lah yang meanggung kerugian tersebut. Dana syirkah temporer pun tidak bisa digolongkan ke dalam ekuitas sebab dana syirkah temporer memiliki jatuh tempo, berbeda dengan ekuitas (sebagai simbol kepemilikan entitas) dimana perusahaan diperkirakan akan terus berdiri (going concern). Contoh dari dana syirkah temporer adalah penyertaan dana (modal) dalam mudharabah.
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah mengenai pembagian keuntungan. Pembagian keuntungan dan kerugian berdasarkan prinsip bagi hasil. Teknis pelaksanaan penbagian keuntungan dan kerugian tergantung dari jenis kerjasama itu sendiri. Contohnya adalah pada mudharabah
Tuan A (bertindak sebagai pemilik dana)
menyetorkan dana Rp50.000.000,00
Tuan B (bertindak sebagai pengelola)
pada awal perjanjian telah desepakati nisbah keuntungan 60% : 40%
dari hasil usaha tersebut menghasilkan laba Rp10.000.000,00
Keuntungan yang berhak dimiliki tuan A
= 60% x Rp10.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Keuntungan yang berhak dimiliki tuan B
= 40% x Rp10.000.000,00 = Rp4.000.000,00
Yang perlu diingat adalah pembagian keuntungan dan kerugian tidak berdasarkan nilai rupiahnya, tetapi berdasarkan persentase. Kasus yang lebih rumit adalah jika ternyata tuan B juga menyetorkan dana sebesar Rp100.000.000,00. Ini disebut sebagai Mudharabah Musytarokah.
Tuan A (bertindak sebagai pemilik dana)
menyetorkan dana Rp50.000.000,00
Tuan B
(bertindak sebagai pemilik dana sekaligus pengelola)
menyetorkan Rp100.000.000,00
dari hasil usaha tersebut menghasilkan laba Rp15.000.000,00
Keuntungan yang berasal dari dana tuan A
= 5/15 x Rp15.000.000,00 = Rp5.000.000,00
(keuntungan sebesar 5 juat ini masih harus dibagi dengan tuan B, sebab tuan B juga ikut mengelola, misalnya dengan nisbah 60% : 40% yang sudah disepakati pada waktu akad).
Keuntungan yang berhak dimiliki tuan B
= 10/15 x Rp15.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Laba manakah yang dibagi dalam mudharabah ini? Menurut PSAK No.105, pembagian keuntungan bisa didasarkan pada bagi hasil atau bagi laba. Dalam bagi hasil, maka dasar pembagian keuntungan adalah laba kotor (gross profit) dimana pendapatan (penjualan) dikurang dengan kos barang terjual. Apabila prinsip yang digunakan adalah bagi laba, maka yang dibagi adalah laba bersihnya, yaitu penjualan setelah dikurangi dengan beban-beban yang timbul akibat kepengelolaan dana. Sedangkan rugi akibat pengelolaan dana tersebut dibebeankan kepada pemilik dana dengan mengurangkan rugi ke dalam dana yang disetor oleh pemilik dana. Kecuali jika rugi tersebut terjadi akibat kelalaian dari pihak pengelola.
Prinsip ini cukup adil dalam pembagian keuntungan maupun kerugian, dimana kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Akan tetapi untuk menjalankan kerjasama ini diperlukan pondasi agama yang kuat. Jika salah satu pihak atau keduanya sudah mempunyai iktikad tidak baik, prinsip syariah ini akan rusak. Misanya, pihak pengelola ingin menghianati kesepakatan pembagian laba. Ia bisa saja melaporkan laba yang lebih kecil dari yang sebenarnya. Maka dari itu, kejujuran adalah pondasi yang kuat untuk melakukan bisnis.
Dalam perusahaan skala besar sudah dikenal bentuk saham sebagai bentuk penyertaan modal. Baik konvensional dan syariah sama-sama telah mengenal cara tersebut. Gambaran mengenai komponen-komponen penyusun ekuitas telah disediakan di bagian lampiran.

Jurnal Penutup

jurnal penutup

Jurnal Penutup dan Jurnal Pembalik (Dasar-Dasar Akuntansi)

A. PENGERTIAN
Jurnal Penutup adalah ayat jurnal yang dibuat pada akhir periode akuntansi untuk menutup rekening-rekening nominal/sementara.
Akibat penutupan ini maka rekening–rekening ini pada awal periode akuntansi saldonya nol.
B. JURNAL PENUTUP
Terdapat 4 (empat) jurnal penutup yang harus dibuat yaitu:
  1. Menutup rekening Pendapatan
Rekening
Debet
Kredit
Pendapatan
Ikhtisar Rugi/Laba
xxx

xxx

  1. Menutup rekening Beban
Rekening
Debet
Kredit
Ikhtisar Rugi/Laba
Beban
xxx

xxx

  1. Menutup rekening Ikhtisar Rugi/Laba
Rekening
Debet
Kredit
Ikhtisar Rugi/Laba
Modal
xxx

xxx

  1. Menutup rekening Prive
Rekening
Debet
Kredit
Modal
Prive
xxx

xxx

C. CONTOH
Berikut adalah data laporan Rugi laba suatu perusahaan:
Pendapatan…………………………………………………….
Beban telepon……………………………………………
Beban asuransi……………………………………………
Beban depresiasi……………………………………………
Beban gaji..……………………………………………………
Rp. 12.900.000,-
Rp. 1.000.000,-
Rp. 250.000,-
Rp. 9.000.000,-
Rp. 2.000.000,-
Jurnal penutup yang harus dibuat pada akhir periode akuntansi adalah sebagai berikut:

JURNAL PENUTUP
Rekening
Debet
Kredit
Menutup Pendapatan:

Pendapatan
Ikhtisar Rugi/Laba


12.900.000



12.900.000

Menutup Beban:

Ikhtisar Rugi/Laba
Beban telepon
Beban asuransi
Beban depresiasi
Beban gaji



12.250.000




1.000.000
250.000
9.000.000
2.000.000
Menutup Ikhtisar Rugi/Laba:

Ikhtisar Rugi/Laba
Modal


650.000



650.000

Latihan 18
Buatlah jurnal penutup berdasarkan data-data sebagai berikut:
Pendapatan ………………………………………………….
Beban telepon ………………………………………………
Beban asuransi………………………………………………
Beban depresiasi………………………………………………
Beban gaji …….………………………………………………
Beban perlengkapan…………………………………………
Prive…..……………………………………………………….
Rp. 20.000.000,-
Rp. 1.500.000,-
Rp. 1.000.000,-
Rp. 10.000.000,-
Rp. 4.000.000,-
Rp. 2.000.000,-
Rp. 5.000.000,-


Jawab:
JURNAL PENUTUP

Rekening
Debet
Kredit














E. REVERSING ENTRIES (JURNAL BALIK)
Jurnal balik adalah jurnal yang dibuat pada awal periode sebagai kebalikan dari sebagian jurnal penyesuaian pada akhir periode sebelumnya. Jurnal ini bersifat opsional namun jika dilakukan memberikan manfaat. Tidak semua ayat jurnal penyesuaian dilakukan reversing entries. Jurnal penyesuian yang dibalik adalah:
  1. Hutang biaya
  2. Piutang Pendapatan
  3. Pendapatan Diterima Dimuka jika digunakan pendekatan pendapatan
  4. Biaya Dibayar Dimuka jika digunakan pendekatan beban (biaya)
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini disajikan ikhtisarnya saja sebagai berikut:

No.
Jenis AJP
Ayat Jurnal Penyesuaian
Jurnal Balik
1.
Hutang Biaya
Biaya Gaji
Hutang Gaji
100

100
Hutang Gaji
Biaya Gaji
100

100
2.
Piutang Bunga
Piutang Bunga
Pendapatan Bunga
150

150
Pendapatan Bunga
Piutang Bunga
150

150
3.
Pendapatan Diterima Dimuka
Pendapatan Tiket
Pendapatan Tiket DD
200

200
Pendapatan Tiket DD
Pendapatan Tiket
200

200
4.
Biaya Dibayar Dimuka
Sewa Dibayar Dimuka
Beban Sewa
900

900
Beban Sewa
Sewa Dibayar Dimuka
900

900

Penyusunan Neraca

penyusunan neraca


Penyusunan neraca lajur dimulai dari neraca saldo sebelum diadakan penyesuaian dan kemudian dengan memasukkan data-data penyesuaian dapatlah ditentukan data-data yang akan dicantumkan dalam laporan keuangan. Neraca lajur tersebut haruslah disusun berkolom-kolom dan untuk perusahaan dagang atau jasa biasanya terdiri dari 8 kolom yaitu :
  • Kolom neraca saldo yang terdiri dari kolom D dan K
  • Kolom adjustment yang terdiri dri kolom D dan K
  • Kolom rugi laba yang terdiri dari kolom D dan K
  • Kolom neraca akhir yang terdiri dari kolom D dan K
Dalam prakteknya bentuk neraca lajur yang banyak digunakan terdiri dari lima pasang kolom dimana tiap-tiap pasang kolom terdiri atas kolom debet dan kredit.
Adapun prosedur yang harus dilaksanakan dalam penyusunan neraca lajur sebagai berikut :
  1. Nama perusahaan, Neraca Lajur dan Periode penyusunan ditulis di tengah atas.
  2. Mengisi kolom keterangan untuk nama akun-akun.
  3. Menyiapkan neraca saldo pada kertas kerja dengan memasukkan angka-angka dari setiap saldo akun yang ada di buku besar dan dijumlahkan dari akun pada neraca saldo ke kolom 1 sebelah debit dan ke 2 sebelah kredit.
  4. Menyiapkan penyesuaian dalam kolom penyesuaian dengan memasukkan angka-angka dari jurnal penyesuaian pada kolom penyesuaian. Kolom ke 3 sebelah debit, ke 4 sebelah kredit dan setiap kolom dijumlahkan. Kita perlu mengingat bahwa penyesuaian
    tidaklah dijurnal hingga kertas kerja selesai diselesaikan dan laporan keuangan telah disiapkan.
  5. Memasukkan saldo-saldo yang telah disesuaikan dalam kolom neraca saldo setelah penyesuaian dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan kolom neraca saldo dan kolom penyesuaian (penjumlahan atau pengurangan dari kolom 1,2,3 dan 4) dari masig-masing akun dan hasilnya dimasukkan ke kolom 5 dan ke 6 (neraca saldo setelah disesuaikan) kolom ke 5 harus dijumlah begitu juga kolom ke 6.
  6. Berdasarkan angka dari neraca saldo setelah disesuaikan (kolom 5 dan 6) dipilih akun pendapatan dan beban dan dimasukkan ke kolom laporan laba rugi yaitu kolom ke 7 debit dan kolom 8 kredit. Kolom ke 7 dijumlah dan juga kolom 8, jika kolom 8 lebih besar dari pada kolom7 maka laba, angka selisih dimasukkan pada kolom 7 dan sebaliknya.
  7. Masih berdasarkan angka dari kolom neraca saldo setelah disesuaikan, maka dipilih akun modal, laba (kolom ke 7) atau rugi (kolom 8) dan prive dimasukkan ke kolom perubahan modal yaitu kolom 9 debit dan kolom 10 kredit. Pada perusahaan yang mengalami laba, maka angka laba dari kolom 7 dimasukkan ke kolom 10, jika rugi dari angka kolom 8 dimasukkan ke kolom 9. Kolom 8 dijumlahkan dan juga kolom 9, selisih yang terjadi merupakan modal akhir yang dimasukkan ke kolom 9
Berdasarkan angka dari neraca saldo setelah disesuaikan, maka akun tersisa dipindahkan ke kolom neraca yaitu kolom 11 sebelah debit dan kolom 12 di kredit. Kolom ini berisi aset, utang dan modal akhir (angka dari kolom 9) dimasukkan ke kolom 12. kolom 11 dijumlahkan dan juga kolom 12.
Berikut adalah neraca lajur Konsultan Cipta Jasa Karya untuk periode yang berakhir 31 Agustus 2006 sebagaimana dalam ilustrasi berikut:

Neraca Lajur

neraca lajur

NERACA LAJUR
1. Pengertian Neraca Lajur
Dalam akuntansi kita mengenal tiga proses kegiatan akuntansi yaitu:
1. Mencatat transaksi-transaksi dalam jurnal
2. Mempostsing dari jumal ke buku besar1
3. Menyusun neraca saldo
Penyusunan neraca saldo biasanya dilakukan pada tiap-tiap akhir bulan
atau pada akhir periode akuntasi. Saldo-saldo ini merupakan ringkasan dari
akibat-akibat transaksi yang telah dicatat dalam suatu periode akuntansi. Seperti
kita ketahui bahwa salah satu tujuan pembuatan neraca saldo adalah untuk
mempersiapkan penyusunan laporan-laporan keuangan.
Sebelum menyusun laporan keuangan dari neraca saldo perlu diteliti lebih
dahulu apakah saldo dari tiap-tiap rekening sudah menunjukkan keadaan yang
benar sebab ada rekening-rekening yang sudah siap untuk dicantumkan dalam
laporan keuangan dan adapula yang harus disesuaikan lebih dahulu. Dengan
melaksanakan penyesuaian maka rekening-rekening riil akan menunjukkan saldo
yang tepat per tanggal neraca, begitu pula halnya dengan rekening-rekening
nominal akan menunjukkan saldo yang tepat untuk periode yang bersangkutan.
Dalam perusahaan yang kecil dinama jumlah rekening yang ada dalam
buku besar tidak begitu banyak maka penyusunan laporan keuangannya dapat
dilakukan dengan cara langsung dari neraca saldo yang telah disesuaikan. Tetapi
dalam perusahaan-perusahaan yang memiliki rekening yang begitu besar yang
banyak jumlahnya, penyusunan laporan keuangan secara langsung dari neraca
saldo yang telah disesuaikan tidaklah mudah.
Cara yang demikian tidak jarang menimbulkan kesalahan dalam
menyusun laporan-laporan keuangan dan apabila diketahui telah terjadi
kesalahan maka usaha untuk mencari letak kesalahannya sering kali
membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu agar penyusunan laporan
keuangan dapat dilakukan dengan teliti dibutuhkan suatu alat yang disebut
neraca lajur.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa semua perkiraan yang ada
dalam neraca saldo harus diadjust agar supaya dapat memberikan gambaran
yang wajar, sehingga apabila laporan keuangan itu disusun tidak akan
mengelirukan pembacanya.
Neraca lajur adalah suatu kertas yang berkolom-kolom atau berlajur-lajur
yang direncanakan secara khusus untuk menghimpun semua data-data akuntansi
yang dibutuhkan pada saat perusahaan akan menyusun laporan keuangan
dengan cara sistematis.2
Sebenarnya neraca lajur lebih tepat disebut kertas kerja yang digunakan
sebagai alat pembantu dalam menyusun laporan keuangan. Neraca lajur bukan
merupakan bagian dari catatan akuntansi yang formal dan karena sifatnya tidak
formal maka penyusunannya dapat juga dilakukan dengan menggunakan pensil
sehingga mudah dikoreksi apabila tetjadi kesalahan.
1 Drs.AL.Haryono Jusup, Ak, Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Satu, Edisi Pertama, YKPN
Yogyakarta, 1981, Hal.104
2 OP.cit., hal 129
2. Tujuan Neraca Lajur
Neraca lajur merupakan suatu landasan untuk memeriksa dimana
rekening buku besar disesuaikan, diseimbangkan dan disusun menurut cara yang
sesuai dengan penyusunan rekening dalam laporan keuangan. Pemakaian neraca
lajur juga dapat menunjukkan prosedur yang perlu dilakukan untuk menyusun
laporan keuangan telah dilaksanakan seluruhnya.
Neraca lajur bukan merupakan laporan keuangan maka tidak perlu
diberikan kepada pihak luar seperti kreditur, pemegang saham dan sebagainya.
Perlu disadari pula neraca lajur tidak dapat menggantikan kedudukan pencatat
akuntansi atau laporan keuangan dan semata-mata hanya merupakan alat
pembantu untuk laporan keuangan. Walaupun demikian neraca lajur ini sangat
diperlukan oleh pihak manajemen perusahaan untuk dapat melihat perkiraanperkiraan
yang terjadi dalam kegiatan perusahaan sehari-hari sehinggas pihak
manajemen dapat mengontrol setiap pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam menunjuang kegiatan atau operasinya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan perubatan neraca lajur
adalah:
1. Untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan
2. Untuk menggolongkan dan meringkas informasi dari neraca saldo dan datadata
penyesuaian sehingga merupakan persiapan sebelum disusun lapoan
keuangan yang formal
3. Untuk memudahkan kesalahan yang mungkin dilakukan dalam pembuatan
jurnal penyesuaian.
PENYUSUNAN NERACA LAJUR
Penyusunan neraca lajur dimulai dari neraca saldo sebelum diadakan
penyesuaian dan kemudian dengan memasukkan data-data penyesuaian dapatlah
ditentukan data-data yang akan dicantumkan dalam laporan keuangan. Neraca
lajur tersebut haruslah disusun berkolom-kolom dan untuk perusahaan dagang
atau jasa biasanya terdiri dari 8 kolom yaitu :
! Kolom neraca saldo ysang terdiri dari kolom D dan K
! Kolom adjustment yang terdiri dri kolom D dan K
! Kolom rugi laba yang terdiri dari kolom D dan K
! Kolom neraca akhir yang terdiri dari kolom D dan K 3
TOKO DEWI
NERACA LAJUR
31/12/1997
Ref Perkiraan Neraca
Saldo
Adjustment Rugi Laba Neraca
D K D K D K D K
Dalam prakteknya bentuk neraca lajur yang banyak digunakan terdiri dri
lima pasang kolom dimana tiap-tiap pasang kolom terdiri atas kolom debet dan
kredit. Adapun prosedur yang harus dilaksanakan dalam penyusunan neraca lajur
terdiri dari lima langkah sebagai berikut :
1. Masukkan saldo-saldo rekening buku besar kedalam kolom neraca
saldo
Nama-nama rekening dan saldo rekening pertanggal 31 Des disalin dalam
kolom-kolom neraca saldo. Dalam praktek sehari-hari jumlah ini dapat disalin
3 Drs.S.Sinuraya, Pengantar Ilmu Akuntansi I, Peneerbit Pieter, 1991, hal.32
langsung dari buku besar, sebab apabila disusun terlebih dahulu berarti dafar
saldo dalam bentuk neraca saldo secara khusus tercatat dua kali dan akan terjadi
pekerjaan double. Setelah jumlah neraca saldo tersebut dicatat didalam neraca
lajur maka kedua kolom itu dijumlahkan dan jumlahnya ditulis pada bagian
bawah kolom tersebut.
2. Masukkan penyesuaian ke dalam kolom-kolom penyesuaian.
Neraca lajur yang telah berisi data-data penyesuaian dapat dilihat dalam
tabel 2. Perlu diperhatikan bahwa penyesuaian yang dilakukan dalam neraca lajur
adalah sebelum penyesuaian dilakukan dalam jurnal dan sebelum diposting
kedalam buku besar.
! Saldo kredit tentang rekening penghasilan bunga sebesar $350.00
menunjukkan jumlah penghasilan bunga yang sudah diterima dalam tahun
1993. Sampai tanggal 31 Des 1993 masih ada penghasilan bunga yang belum
diterima untuk 3 bulan yaitu untuk bulan Oktober sampai dengan Desember.
Jumlah bunga yang belum diterima adalah :
3/12 X 6/100X $10.000,00 = $ 150,00
Penyesuaian yang harus dilakukan dalam kolom penyesuaian adalah dengan
cara:
Piutang penghasilan bunga $150,00
Penghasilan Bunga $150,00
Sebagai petunjuk dan untuk memudahkan memeriksa kembali maka dimuka
angka-angka tesebut diberi tanda huruf a), begitu pula halnya dengan
penyesuaian lainnya.
! Saldo debit rekening gaji pegawai $22.000,00 menunjukkan jumlah gaji yang
sudah dibayar tahun 1993. Pada tangal 31 Des 1993 masih harus dibayar gaji
pegawai untuk bulan Desember sebanyak $2.000,00. Ini berarti dalam
pembukuan harus dicatat adanya hutang gaji dan gaji pegawai masih harus
dibayar $2.000,00. Hal ini dicatat melalui jumal penyesuaian dengan cara :
Rekening gaji pegawai $2.000,00
Rekening hutang gaji pegawai $2.000,00
! Saldo rekening penghasilan sewa $36.000,00 menunjukkan bahwa selama
tahun 1993 telah diterima penghasilan sewa sebesar $36.000,00. Didalam
jumlah tesebut juga termasuk sewa yang diterima dimuka yaitu sewa untuk
periode yang akan datang sebesar $6.000,00. Oleh karena itu rekening sewa
penghasilan harus dikurangi $6.000,00 dan jumlah itu merupakan hutang
penghasilan sewa. Untuk mencatat hat ini maka dibuat jurnal penyesuaian
dengan cara:
Pengahasilan Sewa $6.000,00
Hutang Penghasilan Sewa $6.000,00
! Saldo debet rekening persekot asuransi $10.000,00 menunjukkan
pembayaran premi asuransi yang telah dilakukan pada tahun 1993. Dalam
jumlah tersebut termasuk pula premi asuransi untuk bulan berikutnya sebesar
$4.000,00. lni berarti bahwa persekot asuransi untuk bulan Desember hanya
tinggal $4.000,00. Sedangkan yang $6.000,00. merupakan biaya asuransi
untuk tahun 1993. Oleh karena itu pencatatannya adalah sebagai berikut :
Rekening persekot asuransi $6.000,00.
Rekening biaya asuransi harus $6.000,00.
! Kerugian piutang yang dibebankan tahun 1993 $4.576,50 yaitu 1% dari
penjualan (penghasilan photography). Untuk mencatat hal ini diperlukan
jurnal penyesuaian pada akhir periode yaitu dengan cara:
Rekening piutang $4.576,50
Rekening cadangan kerugian piutang $4.576,50
Oleh karena didalam neraca saldo tidak ada rekening piutang maupun
rekening cadangan kerugian piutang maupun rekening cadangan kerugian
piutang. Maka kedua rekening itu harus dicantumkan dibawah jumlah neraca
saldo.
! Penyusutan perlengkapan photograpy dalam setahun adalah 20% dari harga
perolehan perlengkapan photography yaitu:
$480.000,00 x 20% = $96.000,00
Jurnal penyesuaian yang diperlukan untuk hal ini adalah:
Penyusutan perlengkapan photography $96.000,00
Cadangan penyusutan perlengkapan photography $96.000,00
Karena kedua rekening tersebut belum tercantum dalam neraca saldo maka
didalam neraca lajur kedua rekening ini harus dicantumkan dibawah jumlah
neraca saldo
! Penyusunan perlengkapan kantor ditetapkan 10% pertahun, dihitung harga
perolehan perlengkapan kantor, yaitu;
10x $115.000,00 = $115.000,00
Jurnal penyesuaian yang dibutuhkan untuk mencatat hal ini adalah:
Penyusutan perlengkapan kantor $115.000,00
Cadangan penyusutan perlengkapan kantor $115.000,00
Karena "kedua rekening tersebut belum tercantum didalam neraca saldo
maka didalam neraca lajur rekenng-rekening ini harus dicantumkan dibawah
neraca saldo.
! Penyusutan gedung setahun adalah 5% dari harga perolehan gedung.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
5% X $1.000.000,00=$50.000,00
Jurnal penyesuaian yang diperlukan untuk mencatat perkiraan ini adalah :
Penyusutan gedung $50.000,00
Cadangan penyusutan gedung $50.000,00
Karena kedua rekening ini belum tercantum dalam neraca saldo maka
didalam neraca lajur rekening harus dicantumkan dibawah jumlah neraca
saldo.
Setelah penyesuaian dimasukkan kedam kolom-kolom penyesuaian maka
kedua kolom ini dijumlahkan, kedua kolom penyesuaian itu harus sama
jumlahnya dan dapat digunakan untuk memeriksa apakah angka-angka yang
dimasukkan kedalam kolom itu sudah benar.
Prosedur tersebut dimana rekening-rekening yang belum tercantum dalam
neraca saldo dituliskan nama-nama rekeningnya dibawah jumlah kolom-kolom
neraca saldo, merupakan prosedur yang banyak digunakan didalam praktek.
Disamping cara ini dapat juga digunakan cara lain yaitu pada waktu dituliskan
nama-nama rekening yang berasal dan penyesuaian. Rekening-rekening itu dapat
dimasukkan sebagai bagian dari neraca saldo dengan urutan yang tepat.
3. Mengisi kolom-kolom neraca saldo setelah disesuaikan
Tiap-tiap saldo rekening yang tercantum dalam kolom-kolom neraca saldo
digabungkan dengan angka-angka yang tercantum didalam penyesuaian dan
jumlah ini kemudian di cantumkan dalam kolom-kolom neraca saldo setelah
disesuaikan. Sudah barang tentu apabila didalam kolom penyesuaian tidak angka
yang perlu disesuaikan maka angka dalam kolom neraca saldo dipindahkan
kedalam kolom neraca saldo setelah disesuaikan.
Sebagai contoh rekening persekot asuransi di dalam neraca saldo
dicantumkan pada sisi debet sebesar $10.000,00. Jumlah debet $10.000,00 ini
digabungkan dengan jumlah kredit $6.000,00 didalam baris yang sama pada
kolom penyesuaian. Penggabungan kedua angka ini akan menghasilkan jumlah
debet $4.000,00 yang harus dicantumkan pada kolom debet neraca saldo setelah
disesuaikan. Contoh lain misalnya rekening biaya asuransi, rekenig ini didalam
kolom neraca saldo tidak mempunyai saldo, tetapi didalam kolom penyesuaian
terdapat jumlah debet sebesar $6.000,00. Penggabungan nol. dengan debet
$6.000,OO menghasilkan angka debet $6.000,00 didalam kolom neraca saldo
setelah disesuaikan.
Banyak rekening-rekenig didalam neraca saldo yang tidak terpengaruh
oleh penyesuaian yang dilakukan pada akhir periode saldo-saldo rekening
semacam ini dimasukkan kedalam neraca saldo setelah disesuaikan, maka kedua
kolom ini dijumlahkan dan jumlah kedua kolom tersebut harus sama.
4. Memindahkan jumlah-jumlah di dalam kolom-kolom neraca saldo
setelah disesuaikan kedalam kolom-kolom dan laba atau kolom-kolom
neraca.
Langkah berikutnya dalam pembuatan neraca lajur adalah memindahkan
saldo-saldo rekening aktiva, hutang, modal dan prive ke dalam kolom neraca dan
memindahkan saldo-saldo rekening biaya dan penghasilan ke dalam kolom rugi
laba didalam neraca lajur. Proses pemindahan ini dilakukan mulai dari rekening
yang dicantumkan paling atas didalam neraca lajur, biasanya rekening yang
tercantum paling atas adalah rekening kas. Saldo rekening kas dipindahkan ke
dalam sisi debet dari kolom neraca. Setelah itu rekening-rekening berikutnya
baris demi baris dipindahkan ke dalam sisi yang tepat dan kolom yang tepat
sesuai dengan jumlah jenis rekeningnya. Pemindahan baris demi baris seperti
diuraikan di atas akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pemindahan ke dalam kolom dan sisi yang tepat.
Proses pemindahan saldo-saldo rekenig ini, sebenarnya merupakan suatu
proses pemilihan atas rekening-rekening, untuk menentukan rekening-rekening
mana yang dicantumkan dalam neraca dan rekening-rekening mana yang
dicantumkan dalam laporan rugi laba dan pada sisi mana rekening-rekening
dicantumkan.
5. Menjumlahkan kolom-kolom rugi laba dan kolom-kolom neraca.
Memasukkan angka "laba bersih" sebagai angka pengimbang ke
dalam kedua pasang kolom di atas dan sekali lagi menjumlahkan
kolom-kolom tersebut
Laba bersih atau rugi untuk suatu periode ditentukan dengan cara
menghitung selisih antara jumlah sisi kiri (Debet) dan jumlah sisi kanan(kredit)
dari kolom-kolom rugi laba. Dari contoh neraca lajur yang dibuat tadi dapat
dilihat bahwa jumlah sisi kredit lebih bersih dripada jumlah sisi debet. Selisih
antara jumlah sisi kredit dengan jumlah sisi debet menunjukkan laba bersih.
Jumlah sisi kredit (Penghasilan-penghasilan)
$488.150,00
Jumlah sisi debet (biaya-biaya) $216.076,50
Selisih: Laba Bersih
$272.073,00
Jumlah laba bersih $272.073,50 diatas dimasukkan ke dalam sisi debet
kolom rugi laba sebagai angka pengimbang dan juga pada baris yang sama
dimasukkan ke dalam sisi kredit kolom neraca. Pada kolom perkiraan diberi
keterangan laba bersih untuk menjelaskan angka tersebut. Langkah terakhir
adalah menjumlahkan kembali kolom rugi laba dan kolom-kolom neraca. Jumlah
sisi debet dan jumlah sisi kredit kolom tersebut harus sama.
Alasan dimasukkannya laba bersih $272.073,50 dalam sisi kredit kolom
neraca adalah karena laba mengakibatkan bertambahnya modal. Apabila jumlah
sisi debet kolom neraca tidak sama dengan jumlah sisa kreditnya, maka hal ini
berarti bahwa pembuatan neraca lajur tersebut telah terjadi kesalahan.
Seandainya jumlah sisi debet kolom rugi laba lebih besar daripada jumlah
sisi kreditnya, maka selisih kedua sisi tersebut menunjukkan rugi bersih. Jumlah
rugi bersih tersebut dimasukkan ke dalam sisi kredit kolom rugi laba sebagai
pengimbang dan pada baris yang sama juga dimasukkan pada sisi debet kolom,
neraca sehingga jumlah kedua sisi dari kolom rugi laba dan kolom neraca akan
seimbang.
PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN
Dalam perhitungan laba rugi perusahaan ditahan dan neraca disusun
berdasarkan perkiraan dan data yang tertera dalam lajur laporan pada neraca
lajur. Laporan keuangan ini dapat beraneka ragam dalam hal format, terminologi
yang digunakan dan luasnya rincian yang disajikan. Bentuk yang paling sering
digunakan akan diuraikan sebagai berikut :
Perhitungan rugi laba
Ada dua bentuk perhitungan rugi laba yang dipakai secara luas yaitu:
- Bentuk bertahap (Multiple step)
- Bentuk Langsung (Single step)4
ad 1. Bentuk Bertahap (Multiple Step Form)
Perhitungan ini disebut perhitungan bentuk bertahap karena terdiri dari
banyak bagian, sub bagian dan sub saldo. Dalam kenyataan sehari-hari banyak
ditemui variasi rincian yang disajikan dalam perhitungan rugi laba tersebut.
Misalnya ada laporan terpisah mengenai penjualan kotor (gross sales) dan retur,
potongan penjualan, potongan tunai, dan yang lain langsung mulai dri penjualan
bersih tunai (sales netto). Data yang mendukung untuk menghitung harga pokok
barang yang dijual sering dihilangkan. Bagian-bagian perhitungan rugi laba
bentuk bertahap untuk perusahaan seringkali hanya disinggung secara sepintas
tau sebagai berikut:
a. Pendapatan dari penjualan (Revenue From Sales)
Yaitu keseluruhan jumlah tagiah kepada pelanggan atas barang yang
dijual, baik secara tunai maupun secara kredit akan dilaporkan dalam bagian ini.
Return dan potongan penjualan dikurangkan dari penjualan kotor untuk
mendapatkan jumlah penjualan secara bersih.
b. Harga Pokok Penjualan (Cost of Merchandising Sold)
Yaitu bagaimana cara menetapkan angka yang penting ini, telah
dijelaskan dalam gambar. Istilah lain yang sering dipakai adalah harga pokok
penjualan (Cost of Sales)
c. Laba Kotor (Gross Profit)
Yaitu perbedaan pendapatan bersih dengan harga pokok penjualan disebut
dengan laba kotor (gross profit), laba kotor atas penjualan (gross profit on sales,
atau margin kotor (gross margin). Laba tersebut disebut kotor karena beban
operasi masih harus dikurangi dengan jumlah tersebut.
d. Beban Operasi
Yaitu biaya-biaya, atau beban operasi yang dapat dikelompokkan dalam
beberapa kelompok dan sub kelompok. Pada pemsahaan pengecer seperti dalam
halnya contoh yang telah diberikan uimumnya orang cukup dengan membagi
beban operasi menjadi duakelompok yaitu beban penjualan dan beban umum.
e. Biaya Penjualan
Dalam kegiatan perusahaan beban yang mungkin timbul adalah baik yang
secara langsung maupun yang tidak secara langsung yang seluruhnya
berhubungan dengan penjualan barang dagangan dapat digolongkan kedalam
beban penjualan (Selling Ekspenses). Beban ini antara lain seperti beban gaji
karyawan penjualan, pelengkapan gudang yang digunakan, penyusutan peralatan
gedung, dan beban iklan.
4 Niswonger-Fess-Warren, Prinsip-Prinsip Akuntansi, Erlangga, Jakarta, 1992, Hal.320
Dalam hal ini beban yang mungkin timbul dalarn operasi umumnya
digolongkan sebagai beban umum atau beban operasi (General Ekspanses or
Administrative Expenses). Beban yang termasuk didalam beban ini adalah beban
gaji pegawai kantor, penyusutan peralatan kantor, asuransi dan pajak yang
biasanya dilaporkan sebagai beban umum. Apabila dalam operasinya terdapat
beban yang jumlahnya kecil dan tidak dapat diidentifikasi kedalam perkiraan
utama maka perkiraan ini dikumpulkan kedalam perkiraan beban penjualan ruparupa
dan beban umum rupa-rupa.
f. Laba dari Operasi (Income from Operation)
Yang dimaksud dengan laba dan oeprasi adalah selisih antara laba kotor
dengan total beban operasi. Jumlah operasi dan hubungannya dengan investasi
modal serta selisih merupakan faktor penting untuk menilai efisiensi manajemen
serta menilai tingkat profitabiklitas perusahaan. Apabila beban operasi
perusahaan lebih besar dari laba kotor maka selisih itu disebut kerugian dari
perasi (Soss from Operation).
g. Pendapatan lain-lain (Other Income)
Pendapatan yang bersumber dari luar kegiatan utama perusahaan dapat
digolongkan sebagai pendapatan lain-lain atau pendapatan diluar operasi (Other
Income or Non operating Income). Dalam perusahaan dagang golongan
pendapatan ini antara lain adalah bunga, sewa, deviden, dan laba dari aktiva
tetap.
h. Beban lain-lain (Other Expenses)
Yang dimaksud dengan other expenses adalah beban yang tidak dapat
dikaitkan dengan opeasi perusahaan akan disebut beban lain-lain atau beban
diluar operasi (Other expenses or Non operating expenses). Contoh dari beban ini
adalah beban bunga untuk pembiayaan kegiatan perusahaan atas kerugian
penjualan kativa tetap.
Dalam kedua golongan pos non operasi ini perhitungan laba rugi saling
mengurangi bila jumlah pendapatan lain-lain melebihi jumlah pendapatan kotor
maka selisihnya akan mengurangi laba operasi.
i. Laba bersih (Net Income)
Yang dimaksud dengan net income atau laba bersih adalah angak terakhir
dalam hitungan rugi laba. Laba bersih merupakan penambahan bersih pada
modal operasi yang bersasal dari kegiatan mencari laba.
ad 2. Bentuk Langsung (Single Step Form)
Disebut sebagai perhitungan rugi laba dalam bentuk langsung adalah
karena semua beban dikurangi dengan total semua pendapatan. Contohnya
dalam sebuah ilustrasi terlihat bahwa datanya sengaja dipadatkan agar perhatian
tertuju kepada ciri umumnya.
Keunggulan langsung dari bentuk langsung adalah kesederhanaan dan
penekanannya pada total pendapatan dan total beban langsung sebagai faktorfaktor
penentu laba bersih. Sedangkan kelemahannya adalah beban hubunganhubungan
seperti laba kotor terhadap penjualan dan laba operasi terhadap
penjualan tidak bisa cepat dihitung sebagaimana dalam bentuk bertahap. Dari hal
tersebut bahwa pemakaian bentuk langsung atau single step lebih sederhana
untuk digunakan tetapi tidak bisa cepat dihitung secara langsung.
Neraca
Neraca merupakan susunan neraca dimana dalam aktiva dicantumkan
pada sebelah kir sedangkan kewajiban dan modal pada sebelah kanan, disebut
bentuk perkiraan (account form). Apabila keseluruhan laporan itu dibatasi dalam
bentuk satu halaman ketiga bagian neraca saja, biasanya disajikan secara
berturut-turut dari bagian atas total aktiva sama dengan total gabungan kedua
bagian berikutnya bentuk mini disebut dengan bentuk perkiraan (Report Form)
yang digambarkan dalam neraca sebelumnya.
Laporan Laba Ditahan
Laporan laba ditahan merupakan ikhtisar perubahan perkiraan laba
ditahan yang terjadi selama periode fiskal. Laporan ini berfungsi sebagai
penghubung antara perhitungan laba rogi dan neraca. Sering juga dinanalisa laba
ditahan ditambahkan dibagian perhitungan laba rugi dalam rangka menyusun
gabungan perhitungan rogi laba dan ditahan (Combined income and retained
earnings statement). Perhitungan rugi laba dari laporan gabungan tersebut dapat
disusun dengan baik dengan bentuk bertahap maupun dengan bentuk langsung.
Bentuk laporan gabungan tersebut menekankan arti laba bersih sebagai antara
penghubung antara perhitungan rugi laba dan laba ditahan, yang menggunakan
modal, dengan memperjelas pengertian bagai pembaca laporan, Kritik yang
diutarakan pada laporan penggabungan ini ialah bahwa laba bersih tidak tertera
secara mencolok dalam laporan tersebut. Walaupun demikian kita dapat
mengetahui besarnya laba bersih dari perhitungan sebelumnya yang telah dibuat
apabila memang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
laproran tesebut.
Penyusunan Laporan-Laporan Keuangan dari Neraca Lajur
Tujuan pembuatan neraca adalah untuk mempermudah penyusunan
laporan keuangan. Dengan diselesaikannya neraca lajur maka penyusunan
laporan keuangan akan menjadi sangat mudah karena semua informasi yang
diperlukan untuk menyusun neraca dan laporan rugi laba telah tersedia. Dalam
gambar dihalaan berikut disajikan contoh penyusunan laporan keuangan dalam
neraca lajur.
Laporan rugi laba disusun dengan mengambil data data yang tercantum
dalam kolom-kolom rugi laba sedangkan neraca disusun dengan mengambil datadata
yang tercantum dalam kolom neraca lajur. Laporan rugi laba dan neraca
yang disusun atas dasar neraca lajur dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut.
Gambar dibawah ini menunjukkan laporan rugi laba perusahaan photo gembira
pada tahun 1997 sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Drs. AL. Hryhono Yusup, Ak., Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid Satu, Edisi Pertama,
Penerbit YKPN, Yogyakarta, 1981
Drs. S Sinuraya, Pengantar Ilmu Akuntansi I, Penerbit Pieter, Medan, 1991
Niswonger -Wess -Warren, Prinsip-Prinsip Akuntansi, Jilid Satu, Erlangga,
Jakarta, 1984
Soemitro, Ak,. Dasar-Dasar Akuntansi, Edisi Ketigabelas, Penerbit Tarsito,
Bandung, 1982
Prof. S. Hadibroto, Dachnial Lubis, Sudrajat Sukadam, Dasar-Dasar Akuntansi,
Penerbit LP3ES, Jakarta, 1991